Teori
Waterpass
Pengukuran
waterpass adalah pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara dua titik atau
lebih. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk mendapatkan data
sebagai keperluan pemetaan, perencanaan ataupun untuk pekerjaan konstruksi.
Hasil-hasil
dari pengukuran waterpass di antaranya digunakan untuk perencanaan jalan, jalan
kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas
elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian
terhadap saluran-saluran yang sudah ada, dan lain-lain.
Dalam
pengukuran tinggi ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu :
a.
Garis
vertikal adalah garis yang menuju ke
pusat bumi, yang umum dianggap sama dengan garis unting-unting.
b.
Bidang
mendatar adalah bidang yang tegak
lurus garis vertikal pada setiap titik. Bidang horizontal berbentuk melengkung
mengikuti permukaan laut.
c.
Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk ketinggian,
misalnya permukaan laut rata-rata.
d.
Elevasi
adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur
terhadap bidang datum.
e.
Banch Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya terhadap datum
yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah sekelilingnya.
Prinsip cara
kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu teropong horizontal.
Bagian yang membuat kedudukan menjadi horizontal adalah nivo, yang berbentuk
tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya.
Dalam
menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi syarat-syarat sbb :
a.
Garis sumbu teropong harus sejajar
dengan garis arah nivo.
b.
Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I.
c.
Benang silang horizontal harus tegak
lurus sumbu I.
A.
KEGUNAAN ALAT
Fungsi utama
a. Memperoleh pandangan mendatar atau
mendapat garis bidikan yang sama tinggi, sehingga titik–titik yang tepat garis
bidikan/bidik memiliki ketinggian yang sama.
b. Dengan pandangan mendatar ini dan
diketahui jarak dari garis bidik yang dapat dinyatakan sebagai ketinggian garis
bidik terhadap titik–titik tertentu, maka akan diketahui atau ditentukan beda
tinggi atau ketinggian dari titik – titik tersebut.
c.
Tambahan alat
Alat ini dapat ditambah fungsi atau kegunaannya dengan
menambah bagian alat lainnya. Umumnya alat ukur waterpass ditambah bagian alat
lain, seperti : Benang stadia, yaitu dua buah benang yang berada diatas dan dibawah serta sejajar dan dengan jarak yang sama
dari benang diafragma mendatar. Dengan adanya benang stadia dan bantuan alat
ukur waterpass berupa rambu atau bak ukur alat ini dapat digunakan sebagai alat
ukur jarak horizontal atau mendatar. Pengukuran jarak dengan cara seperti ini
dikenal dengan jarak optik.
Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang
dilengkapi dengan skala ukuran sudut. Dengan adanya lingkaran berskala ini arah
yang dinyatakan dengan bacaan sudut dari bidikan yang ditunjukkan oleh benang
diafragma tegak dapat diketahui, sehingga bila dibidikkan ke dua buah titik,
sudut antara ke dua titik tersebut dengan alat dapat ditentukan atau dengan
kata lain dapat difungsikan sebagai alat pengukur sudut horizontal.
B.
TEORI POLIGON
a.
Pengertian Poligon
Poligon adalah serangkaian garis lurus yang
menghubungkan titik-titik yang terletak di permukaan bumi. Garis-garis lurus
membentuk sudut-sudut pada titik-titik perpotongannya. Dengan menggunakan
poligon dapat ditentukan secara sekaligus koordinat beberapa titik yang
letaknya berurutan dan memanjang.
Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik
yang telah diketahui koordinat dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan
koordinat titik yang lain diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka
pada pengukuran di lapangan data yang diambil adalah data sudut mendatar dan
jarak mendatar di samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu
titik yang telah diketahui koordinatnya.
a)
Pengukuran Jarak Mendatar
Pengukuran jarak mendatar pada poligon dapat
ditentukan dengan cara : Mekanis (dengan menggunakan pita ukur) dan Optis
(seperti pada pengukuran sipat datar). Pada bagian ini dijelaskan metode
pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran jarak dengan
menggunakan pita ukur harus memperhatikan permukaan tanah yang akan diukur.
·
Pengukuran Jarak
Caranya :
a)
Skala nol pita ukur diletakkan
tepat berimpit di atas pusat anda titik A.
b)
Pita ukur ditarik dengan kuat
agar keadaannya benar-benar lurus, tidak melengkung.
c)
Himpitkan skala pita ukur
lainnya di atas pusat tanda titik B, maka bacaan skala inilah yang merupakan
jarak antara titik A dan titik B pengukuran jarak pada tanah miring.
·
Pengukuran Jarak Pada Tanah
Miring
Caranya :
a)
Jika permukaan tanahnya
relatif miring, maka pengukuran jarak dibagi dalam beberapa selang (pada gambar
di atas bagi dua selang).
b)
Skala nol diimpitkan di atas
titik A (biasa dengan menggunakan bantuan unting-unting), tarik agar pita dalam
keadaan datar sampai berimpit dengan titik 1, maka diperoleh d1.
c)
Dengan cara yang sama, jarak
diukur dari titik 1 sampai titik B, hingga didapat d2 maka :
dAB = d1 + d2
b)
Pengukuran Sudut Mendatar
Sudut adalah selisih antara
dua arah yang berlainan. Yang dimaksud dengan arah atau jurusan adalah besarnya
bacaan lingkaran horizontal alat ukur sudut pada waktu teropong diarahkan ke
jurusan tertentu.
·
Pengukuran Sudut Mendatar
Caranya :
a)
Alat didirikan di titik P lalu
diatur sesuai ketentuan.
b)
Target dipasang di titik A dan
di titik B.
c)
Alat dalam kedudukan “biasa”
diarahkan ke target di titik A (arah pertama).
d)
Atur tabung okuler dengan memutar sekrup yang ada pada okuler
sehingga dapat melihat garis-garis diafragma (benang silang) dengan jelas.
e)
Atur sekrup penjelas bayangan
sehingga dapat melihat bayangan target di titik A dengan terang dan jelas.
f)
Tepatkan benang silang
diafragma pada target dengan memutar sekrup penggerak halus horizontal dan
vertikal, baca dan catat skala lingkaran horizontalnya. Ulangi pembacaan
tersebut minimal 3 kali, kemudian hitung rata-rata harga hasil bacaannya, catat
sebagai L1 (B).
g)
Teropong diputar searah jarum
jam dan diarahkan ke target di titik B, dengan cara yang sama seperti di atas,
catat sebagai L2 (B).
h)
Teropong dibalikkan dalam
kedudukan “luar biasa” dan diputar searah jarum jam, dengan kedudukan tetap mengarah ke titik B. Dengan
cara yang sama seperti di atas, baca skala lingkarannya dan catat sebagai L2
(LB).
i) Putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan luar
biasa), dengan menggunakan cara yang sama seperti diatas, bacalah skala lingkaran
horizontalnya dan catat sebagai L1 (LB).
j) Urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah pengukuran
sudut 1 seri.
b.
Penentuan Sudut Jurusan Awal
dan Koordinat Awal
a)
Sudut Jurusan Awal dapat
ditentukan sebagai berikut : bila di sekitar titik-titik kerangka dasar
terdapat 2 titik triangulasi, sudut jurusan dihitung dari titik-titik triangulasi. Bila menggunakan sudut jurusan awal ini, maka
jaring titik-titik kerangka dasar harus disambungkan ke titik-titik triangulasi
tersebut. Bila tidak terdapat titik-titik triangulasi,
sudut jurusan awal dapat ditentukan dari pengamatan astronomi (pengamatan
matahari atau bintang) dari pengukuran menggunakan theodolite yang berorientasi
terhadap utara geografi atau dari pengukuran menggunakan theodolite kompas atau
ditentukan sembarang.
b)
Koordinat Awal dapat
ditentukan dalam sistem umum sebagai berikut : bila dikehendaki koordinat dalam sistem umum (sistem yang berlaku di
wilayah negara) digunakan titik triangulasi (cukup satu titik saja). Dengan
demikian kerangka dasar harus diikatkan ke titik triangulasi tersebut. Bila diketahui koordinat dalam sistem umum tetapi tidak terdapat titik
triangulasi, maka di salah satu titik kerangka dasar dilakukan pengukuran
astronomis untuk menentukan lintang bujurnya. Dari lintang dan bujur geografi ini dapat ditentukan koordinat (x,y) dalam sistem. Bila
tidak terdapat titik triangulasi dan tidak dikehendaki koordinat dalam sistem
umum, maka salah satu titik kerangka dasar dapat dipilih sebagai titik awal
dengan koordinat sembarang (diusahakan pemilihan koordinat ini mempertimbangkan
koordinat titik-titik yang lain agar bernilai positif). Sistem demikian sesitem
koordinat setempat (lokal).
c.
Prinsip Hitungan Poligon
Diketahui :
a.
Koordinat Titik A
b.
Sudut Jurusan αA1
Diukur dilapangan :
a.
Jarak Datar da1
b.
Sudut mendatar β1
Dihitung :
a.
Koordinat titik 1 (X1,
Y1)
b.
Koordinat titik 2 (X2,
Y2)
Tahapan hitungan :
Menghitung koordinat titik 1 :
X1 = XA + ∆XA1
|
Y1 = YA + ∆YA1
|
X1 = XA + dA1 Sin αA1
|
Y1 = YA + dA1 Cos αA1
|
Jika koordinat titik 1 diketahui, maka koordinat titik 2 dapat dihitung
menggunakan koordinat titik 1, apabila d12 dan αA1 diketahui.
d12 dapat diukur dan biasanya sudut yang diukur dilapangan adalah
sudut mendatar β1. α12 dapat dihitung dari αA1
dan β1.
α12
|
= {( αA1+ 180˚) + β1 } – 360˚
|
= αA1 + β1 - 180˚
|
maka koordinat titik 2 :
X2 = X1 + ∆X12
|
Y2 = Y1 + ∆Y12
|
X2 = X1 + d12 Sin α12
|
Y2 = Y2 + d12 Cos α12
|
Demikian pula untuk menghitung titik-titik selanjutnya dapat dilakukan
secara bertahap dan berurutan
menggunakan data koordinat titik sebelumnya. Sudut jurusan titik selanjutnya,
dapat dihitung menggunakan α12 dan sudut mendatar yang diukur di
titik tersebut.
c.
Macam-Macam Bentuk Poligon
a)
Poligon Lepas
Poligon lepas adalah poligon
yang hanya mempunyai satu titik ikat yaitu di awal dan untuk orientasi sudut
jurusan awalnya sudah diketahui.
Bentuk Poligon Lepas
Poligon lepas memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan yang disebabkan
oleh pengukuran sudut mendatar dan jarak.
Contoh : Titik 1 telah mempunyai kesalahan akibat adanya pengukuran jarak,
titik 2 akan mempunyai kesalahan juga yang lebih besar dari titik 1 dan begitu
seterusnya. Semakin panjang poligonnya, ketelitiannya akan semakin turun.
1.
Poligon Terikat
Pada poligon terikat diberikan
satu titik ikat awal berikut jurusan awal dan juga titik ikat akhir atau sudut
jurusan akhir.
a)
Poligon dikontrol dengan sudut
jurusan akhir
b) Titik awal diikatkan ke titik
A dan untuk orientasi diberikan sudut jurusan awal, sedangkan titik terakhir
diberikan sudut jurusan akhir. Akibat adanya sudut jurusan awal dan akhir, maka
semua ukuran sudut yang sehadap dapat dikontrol.
Poligon terikat
dan Dikontrol Pada Sudut Jurusan Akhir
Diukur dilapangan :
Jarak datar d1, d2, d3, d4, dan
d5
Sudut datar β1, β2, β3, β4
Setelah koordinat titik 1 dihitung dari koordinat titik A, untuk menghitung
titik 2 diperlukan α12 dimana :
α12
|
= {( α0+ 180˚) +
β1 } – 360˚
|
= α0 + β1
- 180˚
|
Untuk
menghitung titik 3 diperlukan α23 dimana :
α23
|
= {( α12+ 180˚) +
β2 } – 360˚
|
= αA1 + β2
- 180˚
|
|
= α0 + β1
+ β2 – 360˚
|
Begitu juga selanjutnya :
α34
|
= {( α23+ 180˚) +
β3 } – 360˚
|
= α23 + β3
- 180˚
|
|
= α0 + β1
+ β2 + β3 – 540˚
|
dan
α45
|
= {( α34+ 180˚) +
β4 } – 360˚
|
||
= α34 + β4
- 180˚
|
|||
= α0 + β1
+ β2 + β3 + β4 – 720˚
|
|||
= β1 + β2
+ β3 + β4 – 720˚
|
|||
αa – α0
|
|||
β1 + β2
+ β3 + β4
|
= ( αa – α0 )
+ 720˚
|
||
∑ sudut diukur
|
= ( αa – α0 )
+ n. 180˚
|
||
Telah disebutkan sebelumnya bahwa sudut jurusan akhir (α45 = αa)
dan sudut jurusan awal (α0) sudah diketahui. Namun setiap pengukuran
sudut biasanya mengandung kesalahan, sehingga dapat dibentuk suatu persamaan
dengan memberikan koreksi :
∑ sudut diukur + f(α)
|
= ( αa – α0 )
+ n. 180˚
|
Dimana f(α) adalah besarnya koreksi yang diberikan untuk pengukuran sudut.
a)
Poligon Dikontrol Dengan Koordinat
Akhir
Koordinat titik awal dan sudut
jurusan awal diketahui, kemudian titik akhir poligon diikatkan lagi pada satu
titik yang telah diketahui koordinatnya,
b)
Poligon Terkontrol dan Terikat
Sempurna
Pada poligon ini, titik awalnya
diikatkan pada satu titik yang ada koordinatnya (titik A) dan mempunyai sudut
jurusan awal (α0). Selain itu pada titik akhir diberikan sudut
jurusan akhir (αa) dan diikatkan pada titik yang telah mempunyai
koordinat (titik B). dengan adanya α0 dan αa, koordinat
titik awal dan titik akhir, maka hasil pengukurannya dapat dikontrol.
C.
PENENTUAN BEDA TINGGI ANTARA DUA TITIK
Penentuan
beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara penempatan alat
ukur penyipat datar, tergantung pada keadaan lapangan.
a. Menempatkan alat ukur penyipat datar di atas
salah satu titik, misalnya pada gambar (2.7a) di bawah ini, di atas titik B.
tinggi a garis bidik (titik tengah teropong) di atas titik B diukur dengan
mistar. Dengan gelembung di tengah-tengah, garis bidik di arahkan ke mistar
yang diletakkan di atas titik lainnya, ialah titik A. pembacaan pada mistar
dimisalkan b, maka angka b menyatakan jarak angka b dengan alas mistar. Maka
beda tinggi antara titik A dan titik B ada t = b-a.
b. Alat ukur penyipat datar
ditempatkan antara titik A dan titik B, sedang di titik-titik A dan B
ditempatkan dua mistar. Jarak dari alat ukur penyipat datar ke kedua mistar
ambillah kira-kira sama, sedang alat ukur penyipat datar tidaklah perlu letak
di garis lurus yang menghubungkan dua titik A dan B. arahkan garis bidik dengan
gelembung di tengah-tengah ke mistar A (belakang) dan ke mistar B (muka). Bila
selalu diingat, bahwa angka-angka pada rambu selalu menyatakan jarak antara
angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah dapat dimengerti, bahwa beda tinggi
antara titik-titik A dan B ada t = b-m.
c. Alat ukur penyipat
datar ditempatkan tidak antara titik A
dan titik B, tidak pula di atas salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah
kiri titik A atau disebelah kanan titik B, jadi di luar garis AB. Pada gambar (2.7c) alat
ukur penyipat datar diletakkan di sebelah kanan titik B. pembacaan yang
dilakukan pada mistar diletakkan di atas titik-titik A dan B sekarang adalah
berturut-turut b dan m lagi, sehingga digambar didapat dengan mudah, bahwa beda
tinggi t = b-m.
Dari tiga cara pengukuran menyipat datar
adalah cara dengan alat ukur penyipat datar yang diletakkan antara dua mistar
yang memberi hasil paling teliti, karena kesalahan yang mungkin masih ada pada
pengaturan dapat saling memperkecil; apalagi bila jarak antara alat ukur
penyipat datar ke kedua mistar dibuat sama, akan hilanglah pengaruh tidak
sejajarnya garis bidik dan garis arah nivo,
hal mana nanti akan dibicarakan lebih lanjut pada peninjauan
kesalahan-kesalahan yang mungkin dibuat pada waktu melakukan pekerjaan menyipat
datar. Dengan demikian beda antara pembacaan mistar belakang dan pembacaan
mistar muka akan menjadi beda tinggi. Cara ini dinamakan menyipat datar dari
tengah-tengah dan digunakan pada pengukuran menyipat datar yang memanjang.
Bila ingin mengetahui tinggi titik-titik yang letak di sekitar titik
yang ditempati oleh alat ukur penyipat datar, digunakan menyipat datar di dalam
bidang garis bidik.
2.1 Metodologi
Pelaksanaan Waterpass
2.1.1
Alat–alat
yang digunakan
a.
Pesawat Penyipat Datar (PPD)
Gambar PPD
Alat ukur
waterpass secara umum memiliki bagian-bagian sebagai berikut :
1. Lingkaran horizontal
berskala,
2. Skala pada
lingkaran horizontal,
3. Okuler
teropong,
4. Alat bidik
dengan celah penjara,
5. Cermin nivo,
6. Sekrup
penyetel fokus,
7. Sekrup
penggerak horizontal,
8. Sekrup
pengungkit,sekrup pendatar,
9. Obyektif
teropong, nivo tabung,
10.
Nivo kotak.
b.
Statif (Kaki Tiga)
Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai
penyangga waterpass dengan ketiga kakinya dapat menyangga penempatan alat yang
pada masing-masing ujungnya runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki
statif ini dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat
alat itu berdiri. Seperti tampak pada gambar dibawah ini :
Gambar Statif (Kaki Tiga)
c.
Unting – Unting
Unting-unting ini melekat dibawah
penyetel kaki statif, unting-unting ini berfungsi sebagai tolak ukur apakah
waterpass tersebut sudah berada tepat di atas patok.
Gambar Unting-Unting
d.
Rambu Ukur
Rambu ukur mempunyai bentuk
penampang segi empat panjang yang berukuran ± 3–4 cm, lebar ± 10 cm,
panjang ± 300 cm, bahkan ada yang panjangnya mencapai 500 cm. Ujung atas dan
bawahnya diberi sepatu besi. Bidang lebar dari bak ukur dilengkapi dengan
ukuran milimeter dan diberi tanda pada bagian-bagiannya dengan cat yang
mencolok. Bak ukur diberi cat hitam dan merah dengan dasar putih, maksudnya
bila dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Bak ukur ini berfungsi untuk
pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama secara detail.
Gambar Rambu Ukur/Bak
Ukur
e.
Payung
Payung digunakan untuk melindungi
pesawat dari sinar matahari langsung maupun hujan karena lensa teropong pada
pesawat sangat peka terhadap sinar matahari.
Gambar Payung
f.
Kompas
Kompas digunakan untuk menentukan
arah utara dalam pengukuran sehingga dijadikan patokan utama dalam pengukuran
yang biasa disebut sudut azimuth.
Gambar Kompas
g. Nivo
Didalam nivo terdapat sumbu tabung berupa garis khayal memanjang
menyinggung permukaan atas tepat ditengah. Selain itu, dalam tabung nivo terdapat gelembung yang berfungsi
sebagai medium penunjuk bila nivo
sudah tepat berada ditengah.
h.
Rol Meter
Rol meter terbuat dari fiberglass dengan panjang 30-50 m dan
dilengkapi tangkai untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok
yang lain.
i.
Patok
Patok ini terbuat dari kayu dan
mempunyai penampang berbentuk lingkaran atau segi empat dengan panjang kurang
lebih 30-50 cm dan ujung bawahnya dibuat runcing, berfungsi sebagai suatu tanda
di lapangan untuk titik utama dalam pengukuran.
j.
Alat Penunjang Lain
Alat penunjang lainnya seperti
blangko data, kalkulator, alat tulis lainnya, yang dipakai untuk memperlancar
jalannya praktikum.
Gambar Blangko Data, Alat tulis dan Kalkulator
A.
Penentuan Profil
a.
Profil Memanjang
a)
Pemasangan patok dilakukan pada
jarak tertentu. Dalam hal ini sesuai dengan keinginan anda. Namun demikian,
terlebih dahulu tentukan arah utara dengan menggunakan kompas. Kemudian
menolkan nilai dari waterpass, dimana arah utara merupakan patokan utama. Waterpass
diletakkan di tengah-tengah antara kedua patok.
b)
Waterpass diseimbangkan dengan
melihat kedudukan nivo sambil memutar
sekrup penyetel hingga gelembung yang berada di dalamnya dalam kedudukan yang
seimbang (di tengah-tengah).
c)
Pada pengukuran profil memanjang ini
digunakan metode “Double Standing”,
yaitu suatu metode dimana pengukuran pergi dan pengukuran pulang dilakukan
serempak hanya dengan menggunakan kedudukan pesawat, misalnya pada pengukuran
pergi, P0 sebagai pembacaan belakang dan P1 sebagai pembacaan
muka, begitu pula sebaliknya.
d) Bak ukur
diletakkan di atas patok dengan kedudukan vertikal dari segala arah.
e)
Waterpass diarahkan ke patok pertama
(P0) selanjutnya disebut pembacaan belakang. Pada teropong terlihat
pembacaan benang atas, benang tengah dan bawah. Setelah itu waterpass diarahkan
ke patok kedua (P1).
f)
Selanjutnya dengan mengubah letak
pesawat (waterpass) kita mengadakan pengukuran pulang dengan mengarahkan ke P1
(pembacaan belakang). Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, tengah dan
bawah.
g)
Pengamatan selanjutnya dilakukan
secara teratur dengan cara seperti di atas sampai pada patok terakhir.
h)
Pembacaan hasil pengukuran dicatat
pada tabel yang tersedia.
b.
Profil Melintang
a)
Waterpass diletakkan pada patok
utama dan diseimbangkan kembali kedudukan nivo
nya seperti pada pengukuran profil memanjang.
b)
Pada jarak yang memungkinkan
diletakkan bak ukur. Titik yang diukur disebelah kanan waterpass diberi simbol
a, b dan disebelah kiri diberi simbol c dan d.
c)
Pengukuran dilakukan secara teliti
mulai dari patok pertama sampai pada patok terakhir.
d)
Semua data yang diperoleh dicatat
pada tabel yang tersedia.
B.
Cara Mengoperasikan Alat Ukur
Waterpass
Ada 4 jenis
kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu :
Memasang
alat di atas kaki tiga Alat ukur waterpass tergolong kedalam Tripod Levels, yaitu dalam penggunaannya
harus terpasang diatas kaki tiga. Oleh karena itu kegiatan pertama yang harus
dikuasai adalah memasang alt ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini
jangan dianggap sepele, jangan hanya dianggap sekedar menyambungkan sekrup yang ada di kaki tiga ke lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam
pemasangan ini harus diperhatikan juga antara lain :
a)
Kedudukan dasar alat waterpass
dengan dasar kepala kaki tiga harus pas, sehingga waterpass terpasang di tengah
kepala kaki tiga.
b)
Kepala kaki tiga umumnya berbentuk
menyerupai segi tiga, oleh karena itu sebaiknya tiga sekrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi tiga tersebut.
c)
Pemasangan sekrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar tidak mudah
bergeser apalagi sampai lepas Sekrup
penghubung kaki tiga
Mendirikan
Alat (Set up) mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang pada kaki
tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu sudah
memenuhi persyaratan berikut:
a)
Sumbu satu sudah dalam keadaan
tegak, yang diperlihatkan oleh kedudukan gelembung nivo kotak ada di tengah.
b)
Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan
gelembung nivo tabung ada di tengah. Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan mengarahkan teropong ke
sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan jelas,
memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan terakhir
menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada sasaran
yang diinginkan.
Data Lapangan
Titik
|
Pembacaan
Benang
|
Tinggi alat
|
Jarak (m)
|
Beda Tinggi
(m)
|
Jarak Optis
(m)
|
Titik
Tinggi (m)
|
||||||
Berdiri
|
Tinjau
|
Belakang
|
Muka
|
|||||||||
ba
|
bt
|
bb
|
ba
|
bt
|
bb
|
|||||||
P0
|
2,329
|
2,180
|
2,030
|
140
|
700,000
|
|||||||
a1
|
2,320
|
2,173
|
2,025
|
|||||||||
a2
|
2,220
|
2,071
|
1,923
|
|||||||||
a3
|
2,270
|
2,120
|
1,970
|
|||||||||
a4
|
2,260
|
2,110
|
1,960
|
|||||||||
P1
|
0,780
|
0,635
|
0,490
|
0,572
|
0,429
|
0,285
|
140
|
|||||
b1
|
0,650
|
0,500
|
0,350
|
0,560
|
0,413
|
0,265
|
||||||
b2
|
0,600
|
0,453
|
0,305
|
0,545
|
0,394
|
0,242
|
||||||
b3
|
0,695
|
0,545
|
0,395
|
0,575
|
0,425
|
0,275
|
||||||
b4
|
0,703
|
0,551
|
0,400
|
0,491
|
0,346
|
0,200
|
||||||
P2
|
2,490
|
2,320
|
2,150
|
0,249
|
0,232
|
0,215
|
139
|
|||||
c1
|
2,390
|
2,245
|
2,100
|
0,239
|
0,225
|
0,210
|
||||||
c2
|
2,375
|
2,223
|
2,070
|
0,330
|
0,180
|
0,030
|
||||||
c3
|
2,460
|
2,310
|
2,160
|
0,310
|
0,180
|
0,050
|
||||||
c4
|
2,380
|
2,228
|
2,075
|
0,238
|
0,223
|
0,208
|
||||||
P3
|
2,580
|
2,433
|
2,285
|
0,435
|
0,285
|
0,135
|
140
|
|||||
d1
|
2,565
|
2,418
|
2,270
|
0,349
|
0,217
|
0,085
|
||||||
d2
|
2,525
|
2,378
|
2,230
|
0,630
|
0,353
|
0,075
|
||||||
d3
|
2,570
|
2,420
|
2,270
|
0,404
|
0,208
|
0,011
|
||||||
d4
|
2,500
|
2,350
|
2,200
|
0,040
|
0,029
|
0,017
|
||||||
P4
|
2,740
|
2,588
|
2,435
|
0,370
|
0,225
|
0,080
|
146
|
|||||
e1
|
2,825
|
2,675
|
2,525
|
0,345
|
0,195
|
0,045
|
||||||
e2
|
2,835
|
2,685
|
2,535
|
0,320
|
0,170
|
0,020
|
||||||
e3
|
2,875
|
2,728
|
2,580
|
0,445
|
0,293
|
0,140
|
||||||
e4
|
3,040
|
2,895
|
2,750
|
0,385
|
0,230
|
0,075
|
||||||
P5
|
2,750
|
2,600
|
2,450
|
0,615
|
0,465
|
0,315
|
151
|
|||||
f1
|
2,790
|
2,645
|
2,500
|
0,610
|
0,460
|
0,310
|
||||||
f2
|
2,795
|
2,648
|
2,500
|
0,590
|
0,440
|
0,290
|
||||||
f3
|
2,750
|
2,600
|
2,450
|
0,618
|
0,470
|
0,323
|
||||||
f4
|
2,810
|
2,663
|
2,515
|
0,560
|
0,410
|
0,260
|
||||||
P6
|
2,580
|
2,430
|
2,280
|
0,810
|
0,655
|
0,500
|
147
|
|||||
g1
|
2,580
|
2,430
|
2,280
|
0,870
|
0,723
|
0,575
|
||||||
g2
|
2,550
|
2,403
|
2,255
|
0,795
|
0,640
|
0,485
|
||||||
g3
|
2,525
|
2,375
|
2,225
|
0,950
|
0,800
|
0,650
|
||||||
g4
|
2,465
|
2,450
|
2,435
|
0,855
|
0,710
|
0,565
|
||||||
P7
|
2,420
|
2,285
|
2,150
|
1,000
|
0,855
|
0,710
|
150
|
|||||
h1
|
2,445
|
2,293
|
2,140
|
1,035
|
0,888
|
0,741
|
||||||
h2
|
2,435
|
2,283
|
2,130
|
0,990
|
0,843
|
0,695
|
||||||
h3
|
2,375
|
2,223
|
2,070
|
1,028
|
0,881
|
0,735
|
||||||
h4
|
2,430
|
2,280
|
2,130
|
1,052
|
0,907
|
0,762
|
||||||
P8
|
2,215
|
2,066
|
1,918
|
0,663
|
0,514
|
0,365
|
145
|
|||||
i1
|
2,310
|
2,175
|
2,040
|
0,700
|
0,550
|
0,400
|
||||||
i2
|
2,265
|
2,114
|
1,963
|
0,690
|
0,535
|
0,380
|
||||||
i3
|
2,255
|
2,105
|
1,955
|
0,635
|
0,488
|
0,340
|
||||||
i4
|
2,225
|
2,075
|
1,925
|
0,630
|
0,485
|
0,340
|
||||||
P9
|
2,528
|
2,379
|
2,230
|
146
|
||||||||
j1
|
2,540
|
2,390
|
2,240
|
|||||||||
j2
|
2,505
|
2,355
|
2,205
|
|||||||||
j3
|
2,520
|
2,373
|
2,225
|
|||||||||
j4
|
2,545
|
2,398
|
2,250
|
Rumus yang Digunakan
Rumus Perhitungan Profil Memanjang
a.
Perhitungan Jarak Optis Patok Utama
Rumus :
D
= ( Ba – Bb )
x 100
Dimana :
D = Jarak Optis (m)
Ba
= Benang atas (mm)
Bb
= Benang bawah (mm)
b.
Perhitungan Beda Tinggi Patok Utama
Rumus :
H = Bt belakang – Bt muka
Dimana :
h = Beda Tinggi Patok Utama (m)
Btbelakang =
Benang
Tengah (mm)
Btmuka =
Benang
Tengah (mm)
c.
Perhitungan Koreksi
a)
Perhitungan Kesalahan Beda
Tinggi
Rumus :
e = Σh
Dimana :
e = Kesalahan
Σh = Jumlah
Beda Tinggi Pengukuran
b)
Toleransi
Rumus :
Tr = 10 x >D
Dimana :
Tr = Toleransi
>D = Jumlah Total Jarak
Optis Pengukuran Pulang
c)
Koreksi Kesalahan Tiap m Beda
Tinggi
Rumus :
k = e
/ Σh total
Dimana :
k = Koreksi
Kesalahan
e = Kesalahan
Σh = Jumlah Total Beda
Tinggi Pengukuran
d)
Koreksi Tinggi Pada Patok
Rumus :
k’ = k x h
Dimana :
k’ = Koreksi Tinggi
Pada Patok
k = Koreksi Kesalahan
h = Beda Tinggi Patok Utama
e) Beda Tinggi Antar Titik Ukur
Setelah Dikoreksi
Rumus :
h’ = h x k’
Dimana
:
h’ = Beda Tinggi antar
Titik Ukur
h = Beda
Tinggi Patok Utama
k’ = Koreksi
Tinggi pada Patok
d.
Perhitungan Titik Tinggi Patok
Utama
Rumus :
Hn = H(n-1)
+ h’
Dimana :
Hn = Titik
Tinggi terhadap permukaan air laut
H(n-1) = Titik Ukur yang
telah ditentukan
h’ = Beda
Tinggi Antar Titik Ukur Setelah Dikoreksi
e.
Perhitungan Kemiringan Patok
Utama
Rumus :
Dimana :
Hn = Titik
Tinggi terhadap permukaan air laut
H(n-1) = Titik Ukur yang
telah ditentukan
D = Jarak
Optis Pengukuran Pulang
Rumus Perhitungan Profil Melintang
a.
Perhitungan Jarak Optis Detail
Rumus :
D = ( Ba – Bb )
x 100
Dimana :
D =
Jarak Optis (m)
Ba =
Benang atas (mm)
Bb =
Benang bawah (mm)
b.
Perhitungan Beda Tinggi Detail
Rumus :
h = Tp – Bt muka
Dimana :
Tp = Tinggi Pesawat (m)
Btmuka =
Benang
Tengah (mm)
c.
Perhitungan Titik Tinggi
Detail
Rumus :
Zd = Hn ± h
Dimana :
Hn = Titik
Tinggi Patok Utama
h = Beda
Tinggi Detail
d.
Perhitungan Kemiringan Detail
Rumus :
Dimana :
Hn = Titik Tinggi
Patok Utama
Zd = Titik
Tinggi Detail
D = Jarak
Optis Detail
e.
Perhitungan Tinggi Visier
Rumus :
Hn + Tp
Dimana :
Hn = Titik Tinggi
Patok Utama
Tp = Tinggi
Pesawat
Sekian dan Terima Kasih.
Sekian dan Terima Kasih.
Komentar
Posting Komentar